Wednesday, 10 June 2020

BAB IX UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Paragraf 1 Pelaksanaan Manajemen Dan Rekayasa Lalu Lintas)

10 JUNI 2020

Disini penulis ingin membagikan lanjutan BAB IX yang terdapat dalam  UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Semoga dengan ada bacaan ini bisa bermanfaat bagi kita semua.

Rekayasa Lalu Lintas


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 22 TAHUN 2009

TENTANG

LALU LINTAS ANGKUTAN JALAN

 

 

BAB IX

LALU LINTAS

BAGIAN KESATU

MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS

Paragraf 1

Pelaksanaan Manajemen Dan Rekayasa Lalu Lintas

 

Pasal 93

 

1.     Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas dilaksanakan untuk mengoptimalkan penggunaan jaringan Jalan dan gerakan Lalu Lintas dalam rangka menjamin Keamanan, Keselamatan, Ketertiban, dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

 

2.     Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:

a.   penetapan prioritas angkutan massal melalui penyediaan lajur atau jalur atau jalan khusus;

b.     pemberian prioritas keselamatan dan kenyamanan Pejalan Kaki;

c.      pemberian kemudahan bagi penyandang cacat;

d.  pemisahan atau pemilahan pergerakan arus Lalu Lintas berdasarkan peruntukan lahan, mobilitas, dan aksesibilitas;

e.     pemaduan berbagai moda angkutan;

f.       pengendalian Lalu Lintas pada persimpangan;

g.     pengendalian Lalu Lintas pada ruas Jalan; dan/atau

h.     perlindungan terhadap lingkungan.

 

3.     Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas meliputi kegiatan:

a.     perencanaan;

b.     pengaturan;

c.      perekayasaan;

d.     pemberdayaan; dan

e.     pengawasan.

 

 

 

Pasal 94

 

1.     Kegiatan perencanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (3) huruf a meliputi:

a.     identifikasi masalah Lalu Lintas;

b.     inventarisasi dan analisis situasi arus Lalu Lintas;

c.      inventarisasi dan analisis kebutuhan angkutan orang dan barang;

d.     inventarisasi dan analisis ketersediaan atau daya tampung jalan;

e.     inventarisasi dan analisis ketersediaan atau daya tampung Kendaraan;

f.      inventarisasi dan analisis angka pelanggaran dan Kecelakaan Lalu Lintas;

g.     inventarisasi dan analisis dampak Lalu Lintas;

h.     penetapan tingkat pelayanan; dan

i.       penetapan rencana kebijakan pengaturan penggunaan jaringan Jalan dan gerakan Lalu Lintas.

 

2.     Kegiatan pengaturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (3) huruf b meliputi:

a.     penetapan kebijakan penggunaan jaringan Jalan dan gerakan Lalu Lintas pada jaringan Jalan tertentu; dan

b.  pemberian informasi kepada masyarakat dalam pelaksanaan kebijakan yang telah ditetapkan.

 

3.  Kegiatan perekayasaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (3) huruf c meliputi:

a. perbaikan geometrik ruas Jalan dan/atau persimpangan serta perlengkapan Jalan yang tidak berkaitan langsung dengan Pengguna Jalan;

b.  pengadaan, pemasangan, perbaikan, dan pemeliharaan perlengkapan Jalan yang berkaitan langsung dengan Pengguna Jalan; dan

c. optimalisasi operasional rekayasa Lalu Lintas dalam rangka meningkatkan ketertiban, kelancaran, dan efektivitas penegakan hukum.

 

4.     Kegiatan pemberdayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (3) huruf d meliputi pemberian:

a.     arahan;

b.     bimbingan;

c.      penyuluhan;

d.     pelatihan; dan

e.     bantuan teknis.

 

5.     Kegiatan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (3) huruf e meliputi:

a.     penilaian terhadap pelaksanaan kebijakan;

b.     tindakan korektif terhadap kebijakan; dan

c.      tindakan penegakan hukum.

 

Pasal 95

1.  Penetapan kebijakan penggunaan jaringan Jalan dan gerakan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (2) huruf a yang berupa perintah, larangan, peringatan, atau petunjuk diatur dengan:

a.     peraturan Menteri yang membidangi sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan untuk jalan nasional;

b.     peraturan daerah provinsi untuk jalan provinsi;

c.      peraturan daerah kabupaten untuk jalan kabupaten dan jalan desa; atau

d.     peraturan daerah kota untuk jalan kota.


2. Perintah, larangan, peringatan, atau petunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dinyatakan dengan Rambu Lalu Lintas, Marka Jalan, dan/atau Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas.

No comments:
Write comments